Prita Mulyasari v.s RS Omni International

Prita Mulyasari v.s RS Omni International. Sekarang ini kita diakrabkan dengan sebuah berita mengenai perseteruan antara pasien dan pelaku jasa kesehatan. Hampir setiap media memberitakannya, mulai mengungkap secara fakta atau secara asumsi dan opini.Padahal sebenarnya ini bukan kasus kali pertama di Tanah Ranah kita ini.

Dengan adanya permasalahan ini, saya yakin bukan hanya satu pihak saja yang dirugikan, melainkan keduanya merasa terbebani. Dari pihak pasien-Sri Mulyasari merasa dirugikan karena harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan selama tiga pekkan. Sementara pihak RS Omni International juga merasa nama baiknya terus terancam.

Kesehatannya yang tidak kunjung menentu bahkan, hematnya, makin hari makin memburuk.Akhirnya dengan rasa penasaran, dia meminta rekam medis ke pihak Rumah sakit. Kecurigaan dari Prita pun muncul ketika ada beberapa keterangan yang dirubah oleh pihak rumah sakit. Maka persengkataan pun dimulai....

Menurut saya sebagai orang awam, hal ini sebenarnya tidak akan terjadi ketika ada komunikasi yang baik di antara pasien dan dokter. Kesalahan seorang dokter terhadap pasiennya tidak mungkin terjadi dengan disengaja. Karena mereka, dokter, sudah bekerja secara professional di bawah sumpah dan Undang-undang.

Seorang dokter acapkali menemukan kesulitan ketika mendiagnosis seorang pasiennya yang baru. Dengan keterbatasan komunikasi antara keduanya, dokter dan pasien, akan membuahkan pemeriksaan yang kurang akurat. Yang pada akhirnya merugikan pasien itu sendiri.

Ada beberapa hal yang menyebabkan terbatasnya komunikasi antara dokter dan pasien. Pertama, keramahan dokter yang menyebabkan pasien sulit untuk membuka mulut. Kedua, Keterbatasan pengetahuan pasien untuk menerima penjelasan dari dokter. Ketiga, kurang kritisnya seorang pasien untuk meminta penjelasan mengenai kesehatannya. Karena tidak semua dokter di tanah air ini yang menjelaskan secara detail kepada pasiennya tanpa diminta.