Selasa, 07 Juni 2011
Browse » Home »
Catatan Fidokan
» Ibuku Pembohong
Ibuku Pembohong
Saya terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Hidup kami serba kekurangan.
Kami sering kelaparan. Adakalanya, selama beberapa hari kami terpaksa makan berlaukkan sepotong ikan asing yang dikeroyok bersama keluarga dan dua adik ku. Saya sering menangis meminta nasi dan lauk yang banyak. Tapi ibu cepat membujuk. Ketika makan, ibu sering memberikan bagian nasi nya untuk saya. Sambil memindahkan nasi ke
pring kaleng saya, ibu berkata : “Makanlah nak ibu tak lapar.” KEBOHONGAN
IBU YANG PERTAMA.
Ketika saya mulai besar ibu mulai membantu ayah untuk meluangkan waktunya mencari tambahan uang. Dengan modal yang pas-pasan ibu membuka sebuah warung gorengan. Ibu berharap semoga bisa memberikan uang jajan yang cukup untuk bekal saya sekolah. Karena warung ibu sangat kumuh, seringkali jualannya tidak laku satu pun.Saya tahu ibu sedih dan lapar. Karena beliau tidak pernah mau makan sebelum jualannya terjual habis.Ketika waktu warung tutup ibu memberikan beberapa gorengan dingin yang tidak laku.Saya tahu banget kalau ibu sedang lapar.Dengan ikhlas saya berikan gorengan itu pada ibu. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya. Ibu berkata : “Makanlah nak, ibu tak suka makan gorengan.”
KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA.
Karena ibu menginginkan saya menjadi orang yang berhasil dan tidak melupakan jati diri saya sebagai umat Islam, ibu mengirimkan saya ke sebuah pesantren. Semalam sebelum saya berangkat ke pesantren, kurang lebih jam 1.30 pagi saya terjaga dari tidur. Saya melihat ibu sedang mempersiapkan semua kebutuhanku. Beberapa kali saya melihat kepala ibu terhangguk kerena mengantuk. Saya berkata : “Ibu, tidurlah,
besok pagi ibukan harus nganter saya ke terminal.” Ibu tersenyum dan berkata :
“Cepatlah tidur nak, ibu belum mengantuk.” KEBOHONGAN IBU YANG
KETIGA.
Pagi hari di saat saya berangkat untuk mencari ilmu ke pulau sebrang, ibu meminta cuti majikannya supaya dapat mengantar saya ke terminal.
Ketika hari sudah siang, terik panas matahari mulai menyinari, ibu terus
sabar menunggu bus ekonomi yang kadang datang kadang absen di terminal kecil kotaku. Ibu seringkali saja tersenyum dan mulutnya terkumat-kamit berdoa kepada Illahi agar bis itu segera datang. Ketika ibu melihat saya terlihat gelisah karena bis tak kunjung datang, ibu dengan segera menghampiri saya dan menuangkan
kopi yang sudah disiapkan dalam botol yang dibawanya. Kopi yang kental
itu tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang ibu yang jauh lebih
kental. Melihat tubuh ibu yang dibasahi peluh, saya segera memberikan
kopi saya itu kepada ibu dan menyuruhnya minum. Tapi ibu cepat-cepat
menolaknya dan berkata : “Minumlah nak, ibu tak haus!” KEBOHONGAN
IBU YANG KEEMPAT.
BERSAMBUNG
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
0 komentar to “Ibuku Pembohong”
Posting Komentar